Tindakan meneror orang-orang yang dalam kondisi aman termasuk Al-Fuhsy

Posted on Jumat, Mei 09, 2008 by Abdullah al-Atsary

Sesungguhnya tindakan meneror orang-orang yang dalam kondisi aman, adalah tergolong perbuatan keji.

Telah diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Hakim dalam kitab beliau Al-Mustadrak 5) III/421, bahwa ibnu 'Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata:

"Perang pertama yang diikuti oleh Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu. bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah pertempuran Al-Khandaq dalam keadaan umurnya masih 15 tahun. Dia termasuk orang-orang yang ikut menggali tanah (untuk membuat parit) pada hari itu bersama kaum muslimin. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: "Sesungguhnya dia adalah anak muda yang baik." Kemudian Zaid bin Tsabit mengantuk sehingga dia tertidur. Pada saat yang sama datanglah seorang shahabat yang bernama 'Imarah bin Hazm mengambil pedang Zaid bin Tsabit dalam keadaan dia tidak merasa (karena sedang tidur). Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggilnya dan berkata: "Wahai Abu Ruqqad sesungguhnya engkau telah lelap tidur hingga pedangmu hilang." Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengumumkan: "Siapa yang tahu di mana pedang anak muda ini?" Maka berkatalah ‘Imarah bin Hazm: "Saya Wahai Rasulullah. Saya yang telah mengambilnya." Kemudian ‘Imarah segera mengembalikannya. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang untuk membuat takut seorang mu'min, atau mengambii barangnya, baik dengan tujuan bergurau atau serius."

Telah diriwayatkan pula oleh Al-Imam Abu Dawud (hadits no, 4005) 6) dari beberapa shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau berkata:

"Tidak halal bagi seorang muslim membuat takut seorang Muslim yang lainnya."

Dalam beberapa hadits di atas terdapat larangan membuat takut atau mengambil sesuatu barang milik seorang muslim, baik perbuatan itu dilakukan dengan tujuan bergurau ataupun sungguh-sungguh, dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menilai perbuatan tersebut sebagai upaya menakut-nakuti seorang muslim. Lalu bagaimana kiranya dengan seorang yang membunuh ayah orang lain, atau membunuh saudara dan keluarganya? Maka tentu kejahatan ltu menjadi lebih besar. Yang dijadikan patokan dalam larangan hadits tersebut adalah keumuman makna yang dikandungnya, bukan terbatas pada kekhususan sebab keluarnya hadits tersebut. 7)

_____________________

5) Lihat Tatabbu' Auhamil Hakim hadits no. 5848. Sanad hadits ini, yang terdapat dalam kitab Al-Mustadrak adalah sanad yang sangat lemah. Karena terdapat padanya seorang perawi yang bernama Muhammad bin 'Umar Al-Waqidi. Dia adalah seorang perawi yang pendusta. Sementara perawi yang meriwayatkan darinya, yaitu Al-Husain bin Al-Faraj juga seorang perawi yang lemah. Namun telah diriwayatkan oleh Al-Imam Abu Dawud dalam Sunan Abi Dawud hadits no. 5003, dan Al-Imam At-Tirmidzi no. 2160 dengan lafazh:

لاََ يَأْ خُذَ نَّ أَ حَدُ كُمْ مَتَا عَ أَ خِيْهِ لاَ عِبًا وَ لاَ جَا دًّا

"Janganlah sekali-kali salah satu di antara kalian mengambii barang milik saudaranya, baik karena main-main ataupun serius."


Hadits tersebut dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Al-lrwa' no. 1518.

6) Menurut penomoran Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud yang ada pada kami, adalah dengan nomor 5004. Sehingga kemungkinan nomor yang disebutkan di atas adalah salah cetak.

7) Maksudnya adalah, kesimpulan hukum yang dapat diambil dari hadits tersebut tidak hanya terbatas pada peristiwa yang menjadi sebab munculnya ucapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hadits tersebut. Namun kesimpulan hukum yang dapat diambil meliputi pula segala makna yang dikandung oleh keumuman lafazh hadits yang diucapkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kalau dalam hadits di atas, kita mengetahui bahwa sebab munculnya perkataan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah perbuatan salah seorang shahabat menyembunyikan pedang Zaid bin Tsabit dengan niat bergurau, yang ternyata hal itu membuat Zaid bin Tsabit ketakutan atau cemas, maka membuat takut seorang mu’min dengan mengancam, merampok, membunuh, dan berbagai perbuatan keji lainnya, tentunya lebih dilarang (diharamkan).

[Dari: Syarru Qatla Tahta Adimis-Sama'i Kilabun-Nar; Penulis: Jamal bin Furaihan Al-Haritsi; Rekomendasi: Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan bin 'Abdillah Al-Fauzan Hafizhahullah (Anggota Majelis Hai'ah Kibaril 'Ulama'); Edisi Indonesia: Mengidentifikasi Neo-Khawarij sebagai Sejelek-jelek Mayat di Kolong Langit; Hal: 36-38; Diterjemahkan dan Dijelaskan oleh: Luqman bin Muhammad Ba'abduh; Cetakan: Pertama, Sya'ban 1428 H/ Agustus 2007M; Penerbit: Pustaka Qaulan Sadida]

No Response to "Tindakan meneror orang-orang yang dalam kondisi aman termasuk Al-Fuhsy"