Membunuh seorang jiwa yang mu'min termasuk Al-Fuhsy

Posted on Jumat, Mei 09, 2008 by Abdullah al-Atsary

 Telah disebutkan oleh Al-Imam As-Suyuthi rahimahullah dalam kitabnya Ad-Durrul Mantsur V/62:

"Pembunuhan terhadap seorang jiwa yang mu’min tergolong perbuatan keji yang paling jelek."

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

"Dan barangsiapa yang membunuh seorang mu’min dengan sengaja maka balasannya adalah Jahannam, dia kekal di dalamnya. Allah marah kepadanya sekaligus melaknatnya, dan Allah menyiapkan adzab yang besar baginya." [An-Nisa: 93]

Begitu pula hukum membunuh seorang kafir dzimmi, atau kafir mu'ahad, dan kafir musta'man, tergolong jenis perbuatan-perbuatan keji pula. Sebagaimana telah disabdakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari (Hadits no. 2995,6516); dan yang lainnya, dari shahabat 'Abdullah bin 'Amr radhiyallahu ‘anhuma:

"Barangsiapa yang membunuh seorang kafir mu'ahad maka dia tidak akan dapat mencium aroma harum Al-Jannah. Sesungguhnya aroma harum Al-Jannah tersebut tercium dari perjalanan 40 hari." 3)

Diriwayatkan pula oleh Al-Imam Al-Hakim rahimahullah (dalam kitabnya Al-Mustadrak) II/126-127, dan dishahihkannya dengan sanad yang telah memenuhi persyaratan Asy-Syaikhain (Al-Bukhari dan Muslim) serta disepakati pula oleh Al-Imam Adz-Dzahabi rahimahullah, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:

''Barangsiapa yang membunuh seorang kafir dzimmi, maka dia tidak akan dapat mencium aroma harum Al-Jannah. Sesungguhnya aroma harum al jannah tercium dari perjalanan sekian dan sekian."

Diriwayatkan pula oleh Al-Imam Al-Hakim rahimahullah (dalam kitabnya Al-Mustadrak) II/166 dari shahabat Abu Bakrah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:

“Tidaklah seorang hamba membunuh seorang kafir mu'ahad kecuali Allah haramkan atasnya Al-]annah dan (haram atasnya) untuk mendum aroma harumnya.”

Setelah meriwayatkan hadits tersebut Abu Bakrah berkata:

"Semoga Allah menjadikan telingaku tuli kalau seandainya aku tidak mendengar langsung Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan perkataan tersebut."

Hadits tersebut dishahihkan oleh Al-Imam Al-Hakim rahimahullah dengan sanad yang telah memenuhi persyaratan Al-Imam Al-Bukhari rahimahullah; dan telah disepakati pula oleh Al-Imam Adz-Dzahabi rahimahullah;

Definisi kafir dzimmi dan kafir mu'ahad adalah sebuah definisi yang salah satunya lebih bersifat umum, sementara yang kedua lebih bersifat khusus. Maksudnya adalah, bahwa definisi kafir dzimmi lebih bersifat umum dibandingkan kafir mu'ahad.

Adapun definisi kafir dzimmi adalah seorang kafir dari kalangan ahlul kitab 4) yang berlaku baginya ikatan pembayaran jizyah (upeti). Sedangkan kafir mu'ahad dari satu sisi juga tergolong dzimmi, disebabkan adanya ikatan jaminan dzimmah (jaminan perlindungan) dari kaum muslimin dan masih dalam keterikatan dengan perjanjian tersebut. Baik ikatan perjanjian pembayaran jizyah ataupun ikatan gencatan senjata (perdamaian) atau adanya jaminan keamanan dari seorang pribadi muslim untuknya.

Sesungguhnya upaya penghancuran atau perusakan berbagai fasilitas, baik fasilitas pribadi maupun umum, yang pada hakekatnya itu merupakan hak khusus Baitul Mal (kas negara) muslimin, tergolong jenis perbuatan keji. Karena Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan untuk menjaga lima (5) perkara pokok, yaitu: agama, jiwa, harga diri, harta, dan akal.

_________________________

3) Menurut penomoran dalam cetakan Shahih Al Bukhari yang ada pada kami, nomor hadits tersebut adalah 3166, 6914. Adapun lafazh haditsnya yang benar adalah:

مَنْ قَتَلَ مُعَا هَدًا لَمْ يَرَ حْ رَائِحَةَََ الْجَنَّةِ، وَ إنَّ رِ يْحَهَا يُوْ جَدُ مِنْ مَسِيْرَ ةِ أَرْبَعِيْنَ عَا مًا

"Barangsiapa yang membunuh seorang kafir mu'ahad maka dia tidak akan mencium aroma harum Al-Jannah. Dan sesungguhnya aroma harum Al-Jannah tersebut tercium dari perjalanan 40 tahun."

Jadi lafazh yang benar sebagaimana dalam Shahih Al-Bukhari adalah:  أَرْبَعِيْنَ عَا مًا   (empat puluh tahun), bukan أَرْبَعِيْنَ يَوْ مًا   (empat puluh hari).

Lafazh يَرَحْ dengan huruf Al-Ya' berharakat fathah, begitu pula huruf Ar Ra' asal katanya adalah يََرَاَحْ Namun disebutkan pula, boleh dibaca dengan harakat dhammah pada huruf Al-Ya' dan harakat kasrah pada huruf Ar-Ra' (يُرِحْ) dan boleh juga dibaca dengan harakat fathah pada huruf Al-Ya' dan harakat kasrah pada huruf Ar-Ra' (يَرِحْ) Namun yang ditarjih oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar, dan itu pendapat mayoritas, adalah yang pertama (يَرَحْ) [lihat Fathul Bari, dalam keterangan hadits no. 3166; Kitabul Jizyah; Bab: Tentang dosa orang yang membunuh seorang kafir Mu'ahid, tanpa alasan yang benar].

Adapun lafazh مُعَاهَدًا (dengan harakat fathah pada huruf Al-Ha’) disebutkan dalam beberapa cetakan naskah Shahih Al Bukhari dengan harakat kasrah مُعَاهِدًا)

4)
Pernyataan penulis "ahlul kitab", menunjukkan bahwa definisi kafir dzimmi di atas adalah menurut pendapat yang menyatakan bahwa jizyah hanya boleh diambil dari kalangan ahlul kitab (Yahudi dan Nashrani) saja, tanpa jenis orang kafir yang lainnya seperti kaum musyrikin dan majusi.
Sementara sebagian 'ulama yang lainnya berpendapat bahwa jizyah boleh diambil dari seluruh jenis orang kafir. (lihat Tafsir Ibni Katsir tafsir surat At-Taubah ayat-29).


[Dari: Syarru Qatla Tahta Adimis-Sama'i Kilabun-Nar; Penulis: Jamal bin Furaihan Al-Haritsi; Rekomendasi: Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan bin 'Abdillah Al-Fauzan Hafizhahullah (Anggota Majelis Hai'ah Kibaril 'Ulama'); Edisi Indonesia: Mengidentifikasi Neo-Khawarij sebagai Sejelek-jelek Mayat di Kolong Langit; Hal: 32-36; Diterjemahkan dan Dijelaskan oleh: Luqman bin Muhammad Ba'abduh; Cetakan: Pertama, Sya'ban 1428 H/ Agustus 2007M; Penerbit: Pustaka Qaulan Sadida]

No Response to "Membunuh seorang jiwa yang mu'min termasuk Al-Fuhsy"