Syubhat seputar hadits "Keluarkanlah kaum musyrikin dari Jazirah ‘Arabia" serta bantahannya

Posted on Sabtu, Mei 10, 2008 by Abdullah al-Atsary

Sementara apa yang selalu didengung-dengungkan seputar beberapa hadits yang lafazhnya:

أخِْرِجُوا الْمُشْرِ كِيْنَ مِنْ جَزَيْرَةِ العَرَبِ

"Keluarkanlah kaum musyrikin dari Jazirah 'Arabia!"8)

Maka maksud hadits tersebut adalah tidak memberi kesempatan kepada mereka (kaum musyrikin) untuk berdomisili serta memiliki aset di daerah Jazirah 'Arabia, atau menjadikannya sebagai negara bagi mereka. Bukan maksud hadits tersebut adalah larangan untuk tinggal yang bersifat sementara dengan batas waktu yang telah ditentukan oleh waliyyul amr (pemerintahan) muslimin demi sebuah kemashlahatan tertentu bagi kaum muslimin.

Makna hadits di atas dapat anda saksikan dari praktek dan aplikasi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri sebagai seorang yang telah mengucapkan hadits tersebut dan sekaligus sebagai orang yang memerintahkan pengusiran kaum musyrikin dan Yahudi dari Jazirah Arabia.

Di antaranya adalah kita dapati bahwa setelah ditaklukkannya daerah Khaibar 9), Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam masih membiarkan kaum Yahudi tinggal di kampung mereka untuk bertani, dengan syarat mereka memberikan sebagian dari hasil pertanian tersebut. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam hadits Ibnu 'Umar radhiyallahu ‘anhuma yang diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari (hadits no. 2165, 2203, 2204, 2206), dan diriwayatkan pula oleh yang selainnya sebagaimana akan disebutkan setelah ini.

Keadaan di atas berlanjut hingga masa pemerintahan Abu Bakr Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu hingga memasuki awal pemerintahan 'Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu Kemudian 'Umar baru mengeluarkan mereka (kaum Yahudi Khaibar) ketika beliau lelah memandang bahwa kaum Yahudi tersebut harus dikeluarkan dan kaum muslimin sudah tidak membutuhkan keberadaan mereka lagi. Tentunya itu semua terjadi dengan pertimbangan dan ketentuan persyaratan yang ditetapkan oleh penguasa.

Kalau kami tampilkan dalam tulisan ini beberapa pendapat para 'ulama dengan singkat tentang permasalahan di atas, maka akan semakin jelas tentang hakekat sebenarnya hukum perkara ini:

Jumhurul 'Ulama melarang keberadaan kaum musyrikin untuk berdomisili di Jazirah 'Arabia, yaitu meliputi daerah Makkah, Madinah, dan sekitarnya.

Sementara 'ulama dari kalangan Madzhab Hanafi membolehkan secara mutlak bagi kaum musyrikin untuk berdomisili di Jazirah 'Arabia, kecuali Al-Masjidil Haram.

Diriwayatkan dari Al-Imam Malik rahimahullah bahwa beliau berpendapat bolehnya kaum musyrikin memasuki daerah sekitar Al-Masjidil Haram dalam rangka berdagang.

Berkata Al-Imam Asy-Syafi'i rahimahullah: "Tidak boleh bagi kaum musyrikin untuk memasuki daerah Al-Masjidil Haram kecuali dengan izin penguasa untuk sebuah urusan yang mengandung kemashlahatan bagi kaum muslimin secara khusus."

Pendapat-pendapat di atas dinukilkan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (VI/171).

Kesimpulannya adalah: Pemberian izin bagi kaum kafir untuk tinggal di Jazirah Arabia hanya boleh ditentukan oleh waliyyul amr muslim untuk sebuah kepentingan tertentu, disertai dengan syarat-syaratnya serta dalam kurun waktu yang terbatas, tanpa memberikan kesempatan bagi mereka untuk berdomilisi di Jazirah 'Arab secara mutlak.

Kesimpulan ini sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari rahimahullah (hadits no. 2213, 2983) dari hadits 'Abdullah bin 'Umar radhiyallahu ‘anhuma:

“Bahwa ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berhasil menang terhadap negeri Khaibar, beliau berkeinginan untuk mengusir kaum Yahudi dari negeri tersebut. Dan ketika kemenangan tersebut, bumi Khaibar adalah menjadi milik Allah, serta milik Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kaum muslimin. Kemudian beliau hendak mengusir Yahudi dari bumi (Khaibar) tersebut. Maka kaum Yahudi memohon kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengizinkan mereka tetap tinggal di bumi Khaibar serta dibiarkan melakukan aktivitas (pertaniannya) dengan perjanjian separoh hasil pertanian tersebut untuk mereka. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: "Kami mengizinkan kalian untuk tetap tinggal di bumi Khaibar dengan persyaratan tersebut sesuai dengan apa yang kami kehendaki." Maka kaum Yahudi tersebut tetap tinggal di bumi Khaibar, hingga 'Umar bin Al-Khaththab pada masa pemerintahannya mengusir mereka ke daerah Taima dan Ariha.

Al-Imam Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Bari VII/498 berkata:

"Kisah Khaibar di atas telah mencakup beberapa hukum, diantaranya hukum bolehnya mengusir kaum kafir dzimmi jika memang sudah tidak dibutuhkan lagi." -sekian dari Ibnu Hajar-

Makna pernyataan Ibnu Hajar tersebut adalah, boleh bagi seorang penguasa untuk membiarkan kaum kafir tinggal di Jazirah Arab selama penguasa tersebut memandang adanya kemashlahatan bagi kaum muslimin. Wallahu A'lam. 10)

__________________________

8) HR. Al-Bukhari no. 3053, 3168, 4431; Muslim no. 1637; Abu Dawud no. 3029 dari shahabat Ibnu 'Abbas radhiyallahu ‘anhuma. Hadits ini juga diriwayatkan dengan lafazh lain oleh Muslim no. 1767; At-Tirmidzi no. 1606, 1607; Abu Dawud no. 3030 dari shahabat 'Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu. lihat Ash-Shahihah no. 924, 1133, dan 1134.

9) Daerah Khaibar termasuk bagian dari Jazirah 'Arabia yang terletak tidak jauh dari kota Madinah.

10) Lihat pula pembahasan pada buku kami Mereka Adalah Teroris! hal. 469-472 (cet. I).


[Dari: Syarru Qatla Tahta Adimis-Sama'i Kilabun-Nar; Penulis: Jamal bin Furaihan Al-Haritsi; Rekomendasi: Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan bin 'Abdillah Al-Fauzan Hafizhahullah (Anggota Majelis Hai'ah Kibaril 'Ulama'); Edisi Indonesia: Mengidentifikasi Neo-Khawarij sebagai Sejelek-jelek Mayat di Kolong Langit; Hal: 42-45; Diterjemahkan dan Dijelaskan oleh: Luqman bin Muhammad Ba'abduh; Cetakan: Pertama, Sya'ban 1428 H/ Agustus 2007M; Penerbit: Pustaka Qaulan Sadida]

No Response to "Syubhat seputar hadits "Keluarkanlah kaum musyrikin dari Jazirah ‘Arabia" serta bantahannya"